Sabtu, 04 Desember 2010

FF [Prolog] Enng, Phabo ya! Saranghaeyo ...

Author : Putrian (Lee Haeyeon)
Genre   : Romantic (?)
Main Cast : Jonghyun (SNINee), Minho (SHINee), Lee Haeyeon
Other Cast : ada di sini
Lenght : Series
Description : FF laknat pertama gue. tatata . ini masih prolog, dan mianhae prolognya gaje. namanya juga latihan nulis. sesuai hobi anak remaja sekarang yakni cinta-cintaan, akhirnya gue bikin FF yang cinta-cintaan juga. kok kayaknya inio bukan deskripsi -____-
udahlah, langsung aja, cekidot!!

Happy Reading :)



Flash back
Ah, ternyata aku tidak sendiri
Ada seorang namja yang sedang duduk bersandar di batang pohon itu sambil bermain gitar. Aku hanya berdiri mematung di depan namja itu sambil melihat wajah dan permainan gitarnya. Merasa diperhatikan, namja tersebut menghentikan permainan gitarnya dan menoleh ke arahku.
"Annyeonghasseyo." sapa namja itu sambil tersenyum manis. Seketika angin seperti berhembus hanya ke arahku dan menerpa wajahnku. Udara menjadi terasa wangi dan waktu seperti berjalan lambat, jantungku berdetak kencang dan semakin kencang hingga lututku terasa lemas.
"A .. Annyeong." jawabku tergagap. Kemudian namja itu berlari ke arahku yang sedang terduduk. Ternyata aku benar-benar jatuh saat di bagian lututku lemas melihat senyum namja tadi. Phabo! Makiku kepada diri sendiri.
"Ya! hati-hati, Noona. Gwaenchanayo? Apa kau sedang sakit?" tanya namja itu cemas. Aku bisa melihat wajahnya dengan jelas.
Aigoo … hidungnya lebar …
"Hah, anio, gwaenchana. Boleh aku tahu namamu, enngg?" entah setan apa yang merasukiku sehingga aku bisa dengan narsis menanyakan namanya.
"Oh mianhae, aku lupa memperkenalkan diri. Perkenalkan, Jonghyun imnida." jawab namja yang ternyata bernama Jonghyun itu. "Siapa namamu?"
"Ah, Jonghyun-ssi. Haeyeon, Lee Haeyon imnida."
"Nah Haeyeon ah, apa yang kau lakukan di sini siang-siang begini?" Jonghyun memulai percakapan.
"eh, aku sedang berlibur ke rumah haraboejiku. Dulu aku sering bermain di sini. Dan aku .. Aku .. Enngg mencari cinta pertamaku." Jawabku jujur.
"Mwo?" Jonghyun sepertinya kaget mendengar jawabanku.
"Ah miahne Jonghyun-ssi, lagi-lagi aku menceritakan kisah bodoh ini. Tidak seharusnya aku berimajinasi tentang cinta pertamaku di umurku ini."
"Anio, aku juga masih saja mencari … cinta pertamaku … Aku bertemu dengannya 4 tahun yang lalu di pohon ini. Sayang sekali hanya sebentar, tidak sampai sehari aku berkenalan dengannya, ia sudah harus pulang. saat aku tanya pada oemmaku dia bilang gadis itu sudah pindah ke luar negeri. Ya, kenapa aku jadi curhat begini?"
DEG!
Jantungku seperti berhenti berdetak. Entah mengapa aku merasa senang sekali mendengar penjelasan Jonghyun. Saking senangnya aku ingin sekali memeluk Jonghyun-ssi sekarang juga.
"Mwo? Jonghyun-ssi, bagaimana bisa kita memiliki cerita yang sama? Aku juga bertemu cinta pertamaku di sini 4 tahun yang lalu, tetapi hanya sebentar dan aku tidak pernah bertemu dengannya lagi karena aku harus pindah ke Indonesia." Jelasku menggebu-gebu.
"Wah, ternyata dunia memang begitu sempit ya Haeyeon ah?" tanya Jonghyun dengan memandangku tajam.
End flash back

Haeyeon POV
Aaahh ayolah unnie, aku ingin sekali bertemu Minho hyung di sana" rengek yuri kepadaku, membuyarkan lamunanku tentang Jonghyun.
"Sekali tidak tetap tidak! Aku bosan dengan kota seoul, aku selalu menghabiskan liburan sakralku dengan menurutimu dan boyband jelekmu itu." jawabku emosi.
"Mianhae unnie, ayolah temani aku sekali ini saja. Unnie kan bisa ke Eropa semester depan. Aku mohon unnie, ini konser tunggal pertama SHINee."
"pergi aja sendiri sama oemma, appa, dan Kyuhyun oppa, aku akan tetap berlibur di Paris."
"Dan kau fikir appa dan oemma akan mengijinkanmu pergi ke kota asing itu sendiri?" Kyuhyun oppa yang sedari tadi asik mengunyah keripik kentangnya di depan TV langsung nimbrung.
"Oppamu benar, Haeyeon. Oemma dan appa tidak akan membiarkanmu pergi ke Paris sendiri. Terlalu berbahaya. Kau akan tetap pergi ke Seoul bersama kami, sekalian mengunjungi haraboeji." timpal oemma mengiyakan kata-kata Kyuhyun oppa.
"Kalau begitu, oppaaaa ... Temani aku ya?" rengekku pada Kyuhyun oppa dengan puppy eyes andalanku.
"Ah ah, aku tidak dengar." jawab Kyuhyun oppa cepat sambil menutup telinga dengan kedua tangan dan menutup mata dari serangan tatapan mata yang melenakan milikku, sepertinya dia tahu jika melihat tatapan mata melas yeodosaengnya inu dia tidak akan bisa menolak.
“Lebih baik kau sekarang siap-siap karena lusa kita akan segera berangkat, aresseo?” ucap oemma dari dapur.
"Aaaahhrrgg!!" jeritku kesal sambil melempar bantal Hello Kitty super jumbo ke kepala Yuri. Yuri yang merasa menang hanya nyengir. Hancur sudah harapanku untuk menikmati kota cinta itu.
"gomawo,Oemma. Saranghaeyo!!" Yuri lantas berdiri dan berlari ke kamarnya. Aku hanya terduduk lemas dan membiarkan diriku melorot dari sofa dan bergelayutan di lantai sambil menendang-nendang pantat Kyuhyun oppa.
Ya! Haeyeonnie, apa yang kau lakukan?!”


Author POV
”Haeyeonnie, kkaja! Kita bisa terlambat sampai bandara kalau harus menunggumu memblow rambut anehmu itu." Kyuhyun berteriak-teriak seperti meneriaki maling sambil menarik rambut Haeyeon.
"Aw, sakit oppa! Jangan pernah sentuh rambut indahku ini!" Haeyeon menjinjing tasnya dengan malas dan mengecek apakah ada barang yang ketinggalan.
"Cepat ke bawah, taxinya sudah datang." Kyuhyun menutup pintu kamar saengnya dan melangkah cepat menuruni tangga. Haeyeon mengamati meja belajarnya dan menemukan selembar kertas yang tertindih kamus bahasa Jerman. Secarik foto. Ia pandangi foto yang sudah agak lecek karena sering ketetesan air mata itu. Lama agaknya dia memandangi foto itu hingga mendengar Kyuhyun meneriakan namanya dengan scream style, tapi lebih terdengar seperti kucing kawin. Haeyeon cepat-cepat memasukkan foto itu ke sakunya dan beranjak turun sambil membersihkan air mata yang ternyata dengan kurang ajarnya membasahi pipi cantik Haeyeon.
"Ah dasar cerewet kau!" semprot Haeyeon kepada Kyuhyun yang sedang membukakan pintu taxi untuknya. Kyuhyun hanya tersenyum melihat Haeyeon, sepertinya dia sedang malas bertengkar dengan Haeyeon karena tahu yeodosaengnya itu sedang bersedih saat ini.


Kyuhyun POV
Haeyeon menghabiskan waktu penerbangannya dengan memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong. Aku yang duduk di sebelah Haeyeon daritadi mengganggunya dengan cara memutar-mutar rambutnya dengan jari bengong sendiri karena Haeyeon sama sekali tidak menggubris apalagi marah kepadaku seperti biasanya.
Aku yang tidak tahan dengan pemandangan janggal itu akhirnya membuka mulut.
"Hei noona rambut aneh, kenapa kau ini? Aku seperti tidak mengenalmu. Aku tidak mau menganggapmu sebagai saengku lagi kalau kelakuanmu aneh begini." ucapku jujur.
"Bukankah biasanya namja lebih senang dengan yoeja yang diam, kalem dan berwibawa? Benar kan, Oppa?" jawab Haeyeon dengan semburat galau tertera jelas di wajahnya.
"Haaahhh ... Jonghyun sialan itu lagi?" tebakku seperti mentalist. "sial!" ucap Haeyeon dalam hati karena tebakanku benar 100%. changkaman, dari mana aku tahu dia berkata begitu?? Ah benar, aku kan mentalist.
"Jadi karena ini kau tidak mau ke Seoul lagi? Bisa-bisanya kau menjadi seperti ini hanya karena orang tua itu. Phabo." celetukku seenak udel.
Haeyeon dan Jonghyun memang berbeda 3 tahun, tapi Haeyeon sangat tidak terima saat aku menyebut Jonghyun orang tua. Haeyeon langsung melotot ke arahku sambil berbisik untuk menyumpah serapahi oppanya ini yang pura-pura tidak lihat. Tapi Haeyeon memilih untuk tidak menggubris kata-kataku dan kembali diam. Aku yang sudah putus asa membuat saengku cerewet lagi ikut-ikutan diam.
Sepanjang perjalanan ke rumah haraboeji di dalam mobil kami tetap diam. Sepertinya appa merasa ada sesuatu yang janggal, sehingga beliau berusaha mencairkan suasana dengan bergurau.
"Aaahh kota seoul sedang memasuki akhir musim dingin rupanya, kalian jangan diam saja, nanti bisa-bisa kalian jadi es batu. Hahahaha" terdengar suara appa tertawa sendirian, nyaring sekali. Tapi tidak ada tanggapan dari ke 4 anggota keluarga yang lain, mereka hanya menatap ke arah appa dengan tatapan seperti 'apakah appa masih waras?' dan appa memilih untuk diam saja di sisa perjalanan menuju rumah haraboeji.


Jonghyun POV
Ya! Noona nomu yeppuh.’ Aku meliriknya lekat-lekat. Dia hanya tersenyum padaku, aahh cantiknya gadis itu.
Gomawo.’ Jawab gadis itu singkat sambil tetap tersenyum. Ingin rasanya aku membawanya pulang dan memamerkan pada oemmaku bahwa sesungguhnya bidadari yang ada di cerita dongeng itu benar-benar ada. Aku memang baru pertama kali bertemu dengannya, tapi aku yakin aku mengaguminya, mengagumi kecantikannya.
Ah, aku pergi dulu, oemmaku sudah datang menjemputku pulang. Gomawo sudah bermain denganku. Annyeonghi gesseyo’
Ya! Jonghyun hyung! Ojooonngg!!!”
Mwo? Ne, ne. mworago?” suara cempreng Taemin membuyarkan lamunanku.
Akhir-akhir ini kau sering melamun, Jjong?” Sapa Jin ki hyung.
Ah anio. Hanya perasaan hyung aja. Oke, mana baju gantiku untuk meet & great nanti?”
Aigo, kau sudah memakainya, Jjong!” aku kontan melirik badanku sendiri. Omo! Jonghyun, phaboya!


Haeyeon POV
Setelah sampai di tempat tujuan sekitar jam 9 pagi keesokan harinya, Haeyeon langsung saja keluar rumah untuk berjalan-jalan, ia menolak beristirahat seperti amma, appa, dan oppanya, sedangkan Yuri sudah dengan noraknya mencari dress untuk dipakai ke acara jumpa fans band SHINee siang nanti, dia sibuk berkaca dan bergonta ganti kostum seperti artis yang stress karena batal manggung.
"Dasar phabo, di luar sedang hujan salju dan kau menggunakan pakaian belum jadi begitu? Apakah boyband gila itu menularkan penyakitnya padamu?" semprotku saat melihat saengku berputar-putar di depan kaca. Tapi Yuri tidak menanggapi ucapanku.
Rumah haraboeji terletak di pinggiran kota Seoul, di dalam desa yang tenang dan damai. Pemandangan di sana sangat indah, banyak lapangan luas dan sungai yang tentu saja membeku karena ini adalah musim dingin dan salju turun dengan lebatnya. Tapi salju tidak menghalangi keinginanku untuk berkeliling desa. Aku berharap salju akan membekukan rasa sakitku, rasa sakit yang selama ini berusaha kutepis dan gagal.
Aku berhenti di sebuah pohon rindang yang sangaaatt besar. Aku duduk menyandar pada batang pohon raksasa itu. Tanganku menggenggam secarik foto dan memejamkan mata. Sesaat, air mata mulai mengalir ke pipiku, cepat-cepat aku menghapus air mata dan bayangan Jonghyun yang bersliweran di kepalaku.
"Haeyeon ah, joahyo .. Maukah kau menjadi .. yeojachinguku?"
Ne, nado joahseo, oppa.”
Gomawo, Haeyeonnie. Saranghaeyo, jeongmal saranghaeyo.”
Aku hanya senyam senyum membayangkan kenanganku dulu bersama Jonghyun oppa. Aaahh hidupku beberapa tahun lalu rasanya seperti hidup di negeri dongeng, aku masuk sekolah favorit, aku menjadi dancer yang sukses hingga punya clubku sendiri, dan memiliki namjachingu yang tampan dan perhatian seperti Jonghyun oppa. Ternyata takdir mulai berbaik hati padaku.
"Entahlah jagiya, tapi aku merasa sebaiknya kita mengakhiri hubungan ini." ucap Jonghyun suatu ketika melalui telepon.
"Mwo?! Waeyo oppa?!"
"Aku merasa … kita ini tidak cocok lagi. Kita sama-sama keras kepala, dan lagipula aku menyukai wanita yang diam, kalem, dan berwibawa. Bukannya aku tidak menyukaimu Haeyeon ah, tetapi aku rasa kita tidak bisa bersama lagi. Miahnhamnida ne."
tut .. Tut .. Tut ..
"Yeoboseyo. Yeoboseyo Jonghyun oppa?!" sia-sia saja, sambungan telepon di ujung sana sudah terputus.
"Hanya inikah? Begini sajakah, cinta pertamaku?"
Air mataku mengalir dengan tidak tahu diri saat mengingat kata-kata terakhirnya. Aku berusaha sekuat tenaga menahan perasaanku, tapi tidak bisa. Aku merindukannya, aku begitu merindukannya. Senyumnya, perhatiannya, suara indahnya saat menyanyikan sebuah lagu pengantar tidur lewat telepon. Jadilah aku menangis sesenggukan di bawah pohon ini, saksi buta kenanganku dengannya. Sekarang dia bukanlah namjachinguku lagi.
Ne, setahun kemudian Jonghyun oppa mengikuti audisi yang diadakan oleh SME dan dia diterima menjadi lead vokal band SHINee. Nama SHINee begitu cepat melesatnya di industri musik Korea sehingga Jonghyun selalu disibukkan dengan jadwal manggung yang sangat padat dan akhirnya lupa padaku. Hubungan kami pun jadi dingin dan garing hingga akhirnya ia menyudahinya begitu saja.
s.e.o.u.l hamkke bulleobwa yo … eodiseona jeulkeoumi neomchineun got~ saranghae . s.e.o.u.l hamkke oechyeobwayo … haengbok …
ringtone Seoul Songnya SNSD ft. SuJu mengalun nyaring dari ponselku, membuyarkan lamunan tentang masa laluku bersama Jonghyun.
"Yeoboseyo." sapaku malas.
"ne .. ah, waeyo oppa? Ooohh .. Mworago?? Waeyo?! Ne, ne, arasseo." Aku mematikan ponsel dan berlari sekuat tenaga menuju ke alamat yang ditunjukkan Kyuhyun oppa.


Author POV
Setelah perjalanan yang cukup panjang menuju pusat kota Seoul dan Haeyeon turun dari taxi setelah memberikan uang beberapa puluh yen kepada sopir taxi yang sepertinya masih terlihat shock setelah di jambak-jambak rambutnya oleh Haeyeon biar ngebut. Haeyeon langsung menuju ke resepsionis rumah sakit dan berlari ke kamar yang sudah ditunjukan yoeja resepsionis tersebut.
"Annyeonghasseyo!!" teriak Haeyeon setelah masuk kamar rumah sakit. "Aahh Yuri ah, apa yang terjadi?! Kau tidak apa-apa?!" tanya Haeyeon sambil mengguncang-guncang tubuh Yuri.
"Ya! Haeyeonnie apa kau mencoba membunuhku?!" sergah Yuri sambil melepaskan cengkeraman unnienya.
"Phabo! Bagaimana bisa penyakit jantungmu kambuh lagi?! Pasti ini gara-gara kau memakai pakaian belum jadimu di tengah hujan salju ini?!"
"Aah unnie, kau ini berlebihan."
"Ya! Berlebihan apanya? Kalau kau tiba-tiba mati bagaimana?!” serempet Haeyeon ngawur.
“Ya! Unnie kenapa berkata seperti itu!!!”
"Hei sudah sudah, kalian ini seperti anak kecil saja." lerai Kyuhyun sambil menarik tangan Haeyeon. Haeyeon hanya bisa manyun dan menyambar sebuah majalah di samping tempat tidur Yuri.
"Enngg .. Haeyeonnie .." panggil Yuri lembut.
"Mwo?" jawab Haeyeon masih sewot.
"Aku ingin sekali datang ke jumpa fansnya SHINee dan bertemu Minho oppa."
"E emm.." jawab Haeyeon singkat sambil membaca majalah.
"Tapi unnie pasti tahu oemma dan appa pasti tidak mengijinkanku untuk pergi." lanjut Yuri.
"Kudaeseo?" ucap Haeyeon tanpa mengalihkan pandangan dari majalahnya.
"Tolong gantikan aku, Unnie. Temui SHINee oppadeul dan mintakan tanda tangan di kaos Shawolku." ujar Yuri cepat sambil menelungkupkan tangannya di depan dada.

To be continued …



aaahhh mianhae prolognya bosen .. main storynya sebenernya ada di chapt berikutnya sih, baca baca ya ..
gamsaaa :D

Minggu, 28 November 2010

Why Can't I Call You Oppa?

Why Can’t I Call You Oppa? [First Shot]

3 Oct
Title: Why Can’t I Call You Oppa? [First Shot]
Author: Mutiara R. Utami
Cast: Lee Taemin, Choi Minho, Eunhyuk
Genre: Tragedy, AU
Length: Two Shot
Rating: PG-15
Credit photo: TAEMStreet, daiskey, uniqueunit2007 (and edited by heeShinju)
Disclaimer: I do not own the characters, pictures, and places.
I own the plot, do not take it without a proper credit.

Taemin-ah…”
Noona, noona…”
Uljima, Taemin-ah… semua baik-baik saja, kau pasti selamat, uhri Taeminie…”
Noona…”
Dan perlahan-lahan kelopak mata itu menutup…
***
KRRRRIIIIIINGGGGG!!
Suara bekerku yang dahsyat menyadarkanku dari tidurku. Aku langsung turun dari tempat tidur tingkatku dan mematikan bekerku sebagai tanda bahwa aku telah terbangun, sebelum eomma meneriakiku dari dapur. Saat meraih jam beker dari meja belajar itulah, pandanganku tertumbuk pada sebingkai foto yang terpajang tepat di samping beker.
Foto seorang anak lelaki dan perempuan kelas enam SD yang wajahnya bagaikan pinang di belah dua, biar pun yang perempuan berambut panjang dikuncir dua dan memakai rok. Kuraih foto itu, kupastikan tiak ada setitik debu pun yang menempel, lalu kupeluk foto itu erat-erat.
Sudah setahun berlalu sejak adik lelakiku—atau kembaranku—Taemin, meninggal dunia. Dan selama setahun itu pula, aku selalu memimpikan saat-saat terakhir aku melihatnya hidup, seperti hari ini aku kembali memimpikannya. Darah yang membasahi jalanan, serta kata-kata terakhirnya itu… aku tahu, Taemin sudah meninggal dan tidaklah baik bagiku untuk selalu mengingat kenangan buruk itu… tapi mimpi itu selalu datang tiap malam, maka bagaimana aku bisa melupakan kecelakaan naas itu?
Pintu diketuk dan eomma muncul, masih memakai celemek dan memegang sendok sup. Aku buru-buru meletakkan foto itu, tapi terlambat. Ekspresi eomma langsung mengeras dan berubah dingin.
Cepat turun dan makan, lalu sekolah,” hanya itu yang dikatakannya, lalu eomma pergi lagi tanpa menunggu jawabanku.
Ne, Eomma,” bisikku lirih.
***
Namaku Lee Tami, kelas satu di Paran Junior High. Aku melangkah memasuki kelasku dan disambut berpasang-pasang mata yang menatapku dengan pandangan kasihan.
Ah, lagi-lagi seperti ini. Sejak Taemin meninggal, satu sekolah menatapku dengan pandangan kasihan. Kuakui aku sangat sedih dan jadi banyak menyendiri saat Taemin meninggal, tapi sekarang aku sudah baik-baik saja, tidak bisakah mereka berhenti mengasihaniku?
Teman-teman yang dulu selalu ada di sampingku pun entah sejak kapan tidak lagi bisa kupanggil teman. Sejak Taemin meninggal, mereka bilang aku berubah, lalu satu per satu mereka menjauhiku. Teman apanya? Apakah mereka tidak bisa memahami perasaanku? Tidak tahukah mereka bahwa aku membutuhkan dukungan moral dari mereka di saat-saat itu? Bukannya menghibur dan menemaniku, mereka malah bilang aku berubah dan bukan diriku lagi.
Astaga, tentu saja aku berubah. Coba saja kalau seseorang yang selalu bersama denganmu sejak dalam kandungan meninggal di depan matamu, apakah kau masih bisa bersikap biasa? Tertawa ceria seolah tidak ada yang tejadi? Kurasa normal saja kalau aku jadi lebih pendiam setelah kehilangan Taemin-ku, kembaranku, separuh diriku. Tapi di luar itu aku tetap Lee Tami yang dulu, masih Lee Tami yang suka membaca komik dan pergi karaoke di waktu luangnya, masih Lee Tami yang membutuhkan teman-temannya untuk bergaul dan mengobrol. Tidak bisakah mereka memahami hal itu?
Ya! Lee Tae… ehm, Lee Tami!”
Aku mengangkat wajahku dan mendapati Choi Minho berputar di kursinya yang tepat di depanku.
Minho adalah sahabat Taemin sejak SD. Ah, kenapa aku lupa, sejak Taemin meninggal, Minho lah satu-satunya yang masih sering mengobrol dan mengajakku bermain seperti biasa. Awalnya aku senang karena Minho memperlakukanku seperti biasa, tapi lama-lama aku merasakan sesuatu yang aneh di balik sikapnya itu. Minho menganggapku sebagai pengganti Taemin. Aku tahu Minho juga sangat kehilangan Taemin, dan mungkin dengan bersamaku dia berusaha menipu diri dengan menganggap Taemin masih hidup, dan aku tidak menginginkan hal itu. Lee Taemin sudah meninggal, yang tertinggal di dunia ini adalah Lee Tami, kembarannya.
Ada apa, Minho-yah?” tanyaku.
Minho duduk dengan tubuh menghadap sandaran kursi, seperti yang biasa dia lakukan jika sedang mengobrol dengan Taemin sebelum sosaengnim datang.
Yah, aku sudah mendaftarkan nama kita untuk acara minggu depan, kau ikut, kan?” tanyanya.
Ikut apa?” tanyaku tidak mengerti.
Kok, malah nanya? Tentu saja dance battle tahunan yang sejak dulu kau inginkan,” Minho tersenyum lebar tapi kemarahanku naik sampai ke ubun-ubun.
Dengar, Minho, berhenti lah menganggapku sebagai Taemin!” teriakku.
Kurasakan seisi kelas jadi hening dan semua mata tertuju pada kami.
Minho terlihat gelagapan, “Mmm, maksudku, kau tentu ingin membantu merealisasikan impian Taemin yang belum sempat terwujud, Tami,” katanya.
Ya, itu benar, menjadi dancer adalah impian Taemin yang selalu dikatakannya pada setiap orang. Tidak ada satu pun siswa di sekolah ini yang tidak tahu impian Taemin itu dan tidak satu pun yang tidak mengakui kehebatan Taemin di lantai dansa. Tapi aku benar-benar kebalikan dari Taemin. Seluruh engsel di badanku kaku dan tidak bisa melakukan satu gerakan dance pun. Keterlaluan sekali kalau Minho menganggapku akan menggantikan Taemin mengikuti dance battle.
Sial, air mataku hampir keluar.
Yah! Choi Minho, bersihkan matamu baik-baik dan perhatikan, aku Lee Tami, bukan Lee Taemin! Berhentilah memperlakukanku seperti kau memperlakukan Taemin, itu hanya membuatku terus sedih mengingatnya!”
Aku menggebrak meja lalu berlari keluar kelas. Tidak kupedulikan teriakan Minho yang memintaku kembali. Aku bahkan tidak peduli saat aku menubruk sosaengnim dan beliau juga tidak menghentikanku. Justru pengertian berlebihan yang diberikan pihak sekolah padaku ini lah yang membuatku makin tidak nyaman. Mereka semua memperlakukanku dengan super hati-hati karena takut aku teringat pada Taemin. Tapi akibatnya mereka jadi takut mendekatiku, aku seperti wabah penyakit berjalan.
Sampai kapan keadaan menekan ini akan terus berlanjut?
Taemin-ah, kembalilah, Taemin, noona tidak bisa kalau hanya sendirian menghadapi seluruh dunia ini, Taemin-ah… dunia yang kita datangi bersama, bukankah seharusnya kita juga bersama saat meninggalkan dunia ini? Kenapa kau pergi sendiri? Kenapa kau meninggalkan noona, Taemin-ah?
Aku sampai di atap gedung sekolahku, tempat favoritku karena di sini aku bisa bebas mengeluarkan frustasiku tanpa ada yang melihat. Aku duduk dan menyandar di pagar besi pengaman yang katanya untuk mencegah siswa yang ingin melompat bunuh diri. Air mataku mengalir deras.
Ah, Taemin, maafkan noona. Maaf karena sudah berpikir seperti tadi. Padahal noona sudah berjanji akan merelakan Taemin dan hidup bahagia di dunia ini untuk Taemin juga.
Aku melap air mataku dengan ujung lengan bajuku, lalu berdiri dan mencengkeram jeruji pagar besi itu.
Tami ppabo! PPABO, YAH~ PPABO!!” teriakku sekencang-kencangnya untuk melepas stres.
YAH! JANGAN MELOMPAT! JANGAN BUNUH DIRI!!” teriak seseorang.
Lalu aku merasa sepasang lengan memeluk erat pinggangku dari belakang dan dengan kuat menarikku menjauhi pagar. Saking kuatnya tarikannya, akhirnya aku dan penarikku itu jatuh terduduk ke belakang.
Uukh, pantatku pasti lebam beradu dengan semen keras ini. Tapi rasa sakit itu, juga rasa sakit di hatiku, berkurang drastis melihat si pemilik lengan itu.
Ppabo yah! Apa kau pikir kembaranmu bakal senang kalau kau menyusulnya dengan kepala hancur gara-gara lompat dari lantai tiga sekolahmu, hah?!” bentak Lee Eunhyuk.
Biar pun dia membentakku, tapi aku tahu dia mencemaskanku.
Aish, tidak! Bukan begitu! Aku sama sekali tidak pernah berniat bunuh diri!” bantahku.
Lalu? Kenapa kau berteriak-teriak di atap, hah? Mana mukamu bengkak begitu lagi, pasti habis menangis lagi, kan?” nadanya masih tinggi saat menginterogasiku.
Justru aku berteriak-teriak untuk melegakan perasaanku,” jelasku.
Benar? Kau tidak berniat bunuh diri?” tanyanya sekali lagi dengan nada memastikan.
Benaaar…” aku menganggukkan kepala kuat-kuat.
Setelah yakin aku tidak berniat melompat, barulah Eunhyuk oppa melepaskan tangannya lalu duduk dengan santai di sampingku.
Haaah, kau membuatku khawatir saja,” dia mengacak-acak rambutku.
Aku tersenyum senang. Eunhyuk oppa lebih tua dua tahun dariku dan Taemin, rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah kami. Dulu kami sering pergi dan pulang sekolah bersama-sama, tapi sejak Eunhyuk oppa masuk SMP, kami sudah tidak pernah pergi pulang bareng lagi, bahkan setelah aku dan Taemin juga masuk SMP yang sama dengannya. Walau kadang-kadang Eunhyuk oppa masih sering datang ke rumah dan sebaliknya kami sering ke rumahnya. Taemin sangat mengagumi Eunhyuk oppa, karena oppa lah Taemin ingin jadi dancer. Ya, Eunhyuk oppa adalah dancer berbakat, bahkan mulai tahun depan oppa akan menjadi trainee di SME.
Wae? Kenapa malah senyum-senyum? Aku benar-benar berpikir kau mau bunuh diri, tahu!” Eunhyuk oppa manyun.
Oh, Tuhan, betapa aku merindukan Eunhyuk oppa yang seperti ini, mengobrol bersama seperti ini.
Aku senang Oppa mengkhawatirkanku. Sejak Taemin meninggal, Oppa juga mulai menjauhiku, seperti orang lain. Semuanya sedih karena Taemin meninggal, tapi kenapa malah aku yang dijauhi? Padahal dibandingkan siapa pun, aku yang paling sedih karena Taemin meninggal,” aku langsung mencurahkan isi hatiku.
Eunhyuk oppa sekilas memang terlihat konyol dan sering bertingkah yang aneh-aneh, tapi dia sangat peka pada perasaan orang lain. Sejak kecil, aku sering curhat pada oppa, dia pasti akan mendengarkan lalu menghibur sambil mengacak-acak rambutku.
Itu lah yang kuharapkan sekarang, Eunhyuk oppa yang mendengarkan kesedihanku, lalu menghiburku seperti dulu. Tapi yang kudapatkan malah Eunhyuk oppa yang tiba-tiba menatapku dingin.
Op…pa?” aku memanggilnya ragu.
Jangan memanggilku seperti itu lagi,” ujarnya singkat.
Apa? Hanya itu? Hanya itu kah yang kau katakan padaku setelah aku mencurahkan kesedihanku? Kenapa? Kenapa kau juga bersikap dingin padaku? Aku bahkan tidak diizinkan untuk memanggilmu ‘Oppa’ lagi?
Mianhamnida… Sonbae…” kataku lirih tanpa berani menatap wajahnya lagi.
Keheningan yang menyusul sangat tidak enak, dan saat bicara lagi, aku tahu bahwa Eunhyuk oppa—ah, sekarang aku harus membiasakan diri memanggilnya Eunhyuk sonbae—merasa bersalah.
Sudahlah, coba ceritakan kenapa kau menangis di sini?”
Kenapa Sonbae tahu aku di sini?” aku malah balas bertanya.
Choi Minho,” jawabnya pendek.
Cih, setelah tanpa perasaan menyakitiku rupanya dia mengadu pada Eunhyuk oppa.
Kalau begitu, Sonbae sudah tahu alasan aku ke sini, kan?” tanyaku.
Eunhyuk oppa mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Datanglah minggu depan,” katanya.
Mwo?”
Minggu depan, kau bisa lihat aku menari di acara itu. Setidaknya bersenang-senang lah sedikit,” ujarnya.
Benar juga, sudah lama sekali aku tidak melihat tarian Eunhyuk oppa. Yah, mau bagaimana, biasanya Taemin yang menarikku ke acara-acara seperti itu. Apalagi kalau Eunhyuk oppa tampil, tidak ada yang bisa mencegah Taemin untuk pergi menonton dan dia pasti membawaku juga. Bukan hanya karena Taemin mengagumi Eunhyuk oppa, tapi juga karena Taemin tahu bagaimana perasaanku, perasaan yang kupendam sejak kecil pada Eunhyuk oppa.
Dengar, aku menyesal sikapku padamu sedikit berubah sejak… sejak kejadian itu. Sering-sering lah datang lagi ke dance battle yang kuikuti, arasseo?” pintanya.
Aku mengangguk pelan, “Ne, arasseo…”
Eunhyuk oppa menyodorkan kelingkingnya, “Jadi minggu depan kau akan datang, yaksok?”
Aku menyambut kelingkingnya dan mengaitkan kelingkingku, “Yaksok!”
Nah, begitu,” Eunhyuk oppa tersenyum dan mengacak rambutku, lalu berdiri, “Sekarang masuk kelas sana, jangan sampai absenmu bertambah lagi.”
Aku mengangguk dan membiarkan Eunhyuk oppa pergi duluan.
Ah, dia memang jadi dingin padaku, tapi setidaknya dia masih memiliki sedikit rasa sayang padaku, karena dia mengkhawatirkanku. Begitu juga tidak apa-apa, perasaanmu yang sedikit itu sangat berarti bagiku.
Oppa, seperti aku merindukan Taemin, aku juga merindukan senyummu itu. Tidak tahu kah kau, bahwa setelah Taemin tidak ada, Oppa lah alasanku untuk tidak secepatnya, menyusul Taemin ke dunia sana. Apa jadinya kalau Oppa juga ikut-ikutan menjauhiku seperti orang lain?
Nae sarang, Eunhyuk oppa…
***
Hyung!” Choi Minho mencegatku di tangga, “Bagaimana, Hyung? Hyung sudah bicara padanya?”
Aku mengangguk, “Ya, dia berjanji akan datang minggu depan. Sudahlah, sekarang kau sebisa mungkin jangan menyinggung soal dance padanya. Pura-pura tidak tahu saja,” kataku sambil terus berjalan.
Minho mengirinya langkahku, “Hyung, menurut Hyung, kalau minggu depan dia datang apakah dia akan… yah, Hyung tahu kan maksudku…”
Aku menghentikan langkahku dan menghela nafas. Di mataku terbayang wajahnya yang sekarang pucat, matanya yang sekarang kelam, rambut panjangnya yang tadi kuacak, serta tatapan terlukanya saat aku melarangnya memanggilku ‘Oppa’ lagi.
Entahlah, Minho, Hyung tidak tahu, tapi kita harus terus berusaha. Mungkin hanya ini lah yang bisa kita lakukan… mungkin juga akan gagal, tapi sekarang kita tidak bisa apa-apa lagi…” mataku sedikit memanas.
Hyung,” Minho menggapai pundakku dan menepuknya pelan.
Yah! Masuk kelas sana, kau sudah terlambat 30 menit, tahu,” aku menyuruhnya masuk.
Hyung juga jangan bolos,” balasnya sambil cemberut, tapi dia tidak membantah dan berlari kecil ke kelasnya.
Hhh, mauku juga begitu, keseringan bolos di kelas tiga ini sangat merugikan. Tapi, kalau pun aku masuk, pikiranku tidak akan fokus pada pelajaran. Aku pasti akan terus memikirkan si kembar itu.
Kenapa aku bisa kehilangan mereka berdua di saat bersamaan?
__To Be Continued__

ini ff paling akusuka, bikinannya ank2 FF Indo..

baca2 yang lainnya yee, ada yang episode 2 tuh . gomawo :)
Source 

Prolog

annyeong ...
kenalin,Putrian imnida *gak ada yg pengen tau*
kkaja, postingan -gak penting- pertama saya di blog baru :D gara-gara lupa password di blog lama saking tuanya tuh blog gak tersentuh *phaboyaa!!!!*
sekedar prolog aja, gara-gara bingung mau ngeposting apa? sesaat sebelum bikin blog ini kepikiran ntar bakal aku isi pake Fan Fiction (FF) gak layak baca karanganku :hammer:
yang jelas FF soal korea *daebak* \m/ omo, lupa kasih tau, i love korea! anio anio, i love -cowok2 boyband- korea . ngahahaha

ah cukup kayaknya, aku gak mau menulis hal yang bikin readers pada pengo kayak biodata saya.  ara, happy reading *apaan juga yang bis direading*..
gamsahamnida. chu ~~ <3 *readers muntah2*